KPCI 2015 -Part 1

KPCI 2015.

Apakah kalian menunggu posting tentang perjalananku ke KPCI 2015? Perjalanan yang seru, menyenangkan, dan membahagiakan ini? Hari ini aku akan melaporkan perjalananku itu. Mungkin kalian sudah berdebar-debar ingin tahu bagaimana rasanya menginjakkan kaki di hotel itu sebagai salah satu peserta yang lolos penyeleksian dari 1.400 anak lainnya. Bagiku, ini suatu kemenangan besar.

Beberapa hari sebelum keberangkatan, aku sudah menyiapkan sebagian dari bawaanku. Barulah Sabtu malam umi membantu mengemasi berbagai barang, sebelum esok sorenya aku sudah berangkat menuju Jakarta untuk mengikuti segala kegiatan di KPCI 2015.

Awalnya, aku merasa sedih dan kecewa, saat mengetahui aku tidak sekelompok dengan teman-temanku yang sudah kukenal. Tetapi, banyak temanku yang berkata,

“Nanti juga kenal dan akrab, kok, sabar yaa,”

Begitu. Dan aku juga senang sekali karena ucapan mereka memang betul. Aku berkawan akrab dengan beberapa dari kelompokku, yaitu kelompok Koala. Mereka adalah Shabrina, Sabrina, Laesya, Najwa, dan Arum. Mungkin sudah takdir, ya, aku dipertemukan dengan mereka.

Saat itu hari Minggu. Aku berdebar-debar sekali, karena akan pergi ke Jakarta dan meninggalkan kotaku yang tercinta, yakni Malang, dan meninggalkan pula umi serta adikku disana. Saat itu sudah cukup sore. Abi memesan taksi yang akan membawa kami ke stasiun.

Abi memilih untuk memakai transportasi kereta api, karena selain lebih murah, sisa uang ganti transportnya bisa dibuat untuk keperluan yang lain, yang lebih bermanfaat. Satu masalah menggunakan kereta api ialah perjalanan yang lama. Seharian penuh aku duduk, terkadang abi kesal karena aku rewel dan mengomel tentang lamanya perjalanan yang dilalui kereta api ini.

Di kereta api, aku berkenalan dan berbincang sebentar dengan Mbak Ratna, penumpang yang duduk di depanku, yang duduk bersama ibunya dan mungkin kenalan atau saudaranya. Tetapi, kenalan Mbak Ratna dan ibunya itu turun di stasiun yang lebih awal. Kalau aku, abi, kakakku, Mbak Ratna dan ibunya itu, turun di Pasar Senen, yaitu stasiun terakhir perjalanan kereta api kami.

Sesampainya di Pasar Senen, kami menggunakan angkot menuju Terminal Kampung Rambutan. Ada seorang penumpang, kakek-kakek, yang kulihat saat beliau bersin, gigi palsunya keluar. Aku nyaris tergelak waktu itu, tetapi kutahan karena tentu saja menertawakan orang itu sangat tidak sopan.

Kami turun di sebuah pangkalan bus, yang kata sopir angkot bisa membawa kami ke tujuan, tapi ternyata tidak. Terpaksalah kami menyeberang lagi dan mencari taksi.

Selesai menaiki taksi, kami menaiki bus. Perjalanannya diwaktu awal tidak mengenakkan karena banyak pedagang kaki lima yang naik. Aku sangat tidak menyukai perjalanan menaiki bus. Perutku mual, kepalaku pusing dan perjalanannya berlangsung sangat lama, yakni 3-4 jam-an.

Sebenarnya abi ingin turun di Hypermart, tetapi kami melewatinya, dan sampai di terminal akhir tujuan. Ongkosnya menjadi lebih mahal sebenarnya karena abi tidak turun di Hypermart. Kami menaiki angkot untuk sampai ke rumah Bude Ani. Jujur saja, dibanding bus, aku sangat lebih menyukai angkot karena kaca jendelanya yang terbuka dan angkot tidak ber-AC. Jujur saja, aku tidak suka dengan AC. Hidung ‘mancung’-ku ini lebih menyukai udara segar yang langsung dari alamnya.

Sampai di rumah Bude Ani, aku langsung berselonjor dan beristirahat. Mas Azmi?

Tak dinyana, dia langsung berjihad di gadget abi, alias bermain Clash of Clans yang sangat digemarinya selain Minecraft.

Mbak Azkia, Mbak Nisa dan Mas Rifqi, putra-putri Bude Ani, belum pulang. Tetapi sekitar sepuluh menit kemudian pulanglah Mbak Nisa yang baru menjemput Mbak Azkia dari sekolahnya. Kalau Mas Rifqi, mungkin sekitar satu-dua jam kemudian.

***

“Duh, ini motornya spion sebelah nggak ada. Mana ada razia, lagi,”

Aku garuk-garuk kepala. Abi akhirnya mencari toko yang sekiranya menjual spion.

Daripada muntah-muntah karena alergi AC di bus, aku memilih untuk menaiki motor milik Mbak Nisa saja untuk pergi ke hotel Royal Safari Garden Resort & Convention itu. Selain lebih cepat, aku juga tetap mencium udara segar yang akan kuhirup dari Puncak.

Karena abi takut ada razia, abi terpaksa mencari spion. Akhirnya toko yang menjual spion ketemu, tetapi spion yang dijual itu lebih kecil dari spion sebelah yang masih ada di motor Mbak Nisa. Tapi tak apalah, yang penting kan kami tidak akan ditangkap dan akhirnya duduk di kursi hijau pengadilan. Aku geli saja saat melihat spion baru yang kecil itu nyaris tidak pernah dipakai. Hanya untuk memenuhi persyaratan melewati pos razia saja, hehe.

Lama setelah berangkat, aku melihat banyak polisi sedang merazia jalanan. Di dekatnya terdapat sebuah pengadilan, yang didepannya berbaris dengan tidak rapi motor-motor. Banyak sekali orang yang hari ini kena razia, ya. Abi bersyukur sekali karena kami dilirik karena spion sebelah terlalu kecil pun tidak.

Sekitar satu atau dua jam kemudian, kami hampir sampai. Lima menit sebelum hotel, abi berhenti dulu untuk membelikanku kartu pulsa untuk Blackberry yang kubawa. Juga mampir ke minimarket terdekat, karena sikat gigiku tertinggal di kotak mandi yang ada di koper dan aku tentu saja perlu menyikat gigiku.

Aku melihat bagian depan hotel tersebut. Ternyata, hotel itu sangat besar dan luas. Aku tercengang melihatnya, walaupun model hotel ini tak semodern hotel Rizen Premiere yang digunakan untuk KPCI 2014. Hanya saja…

… kolam renang di hotel ini lebih besar dari hotel Rizen, hehe.

Walaupun aku tak sempat untuk berenang, juga karena aku lupa membawa baju renang, tetapi aku puas karena bisa melihat teman-temanku yang lain berpesta di kolam renang.

“Ayo cari Tiger Ballroom,” kata abi. Kami pun bertanya pada satpam, karena bangunan yang terdapat paling depan hotel tersebut adalah ruang makan, bukan Tiger Ballroom.